Batu Dinding Air Terjun Eksotik di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Riau


Sudah lama saya mendengar tentang air terjun yang satu ini dan saya sudah punya rencana untuk berkunjung kesana setelah mengelilingi pulau Jawa. Namun apa hendak dikata program saya keliling Jawa juga harus dipersingkat karena masalah carona dan saya kembali ke Pekanbaru. Kemudian PSBB kita tidak boleh ke mana-mana.

Tiga bulan lebih lamanya kita harus berada dirumah memamtuhi PSBB dan ketika PSBB diumumkan berakhir di Pekanbaru dan beralih ke New Normal begitu bahagia rasanya perasaan hati. Bertiga dengan teman lain kami merayakan kemerdekaan ini dengan keluar dai kota Pekanbaru memulai traveling kembali.

Hari itu 1 Juni 2020 kebetulan tanggal merah hari lahir Pancasila. Mulai malam di Pekanbaru hujan turun dengan deras seakan-akan ikut serta membasmi covid 19 yang menakutkan semua orang. Pagipun hari masih hujan. Saya mengontak kawan-kawan memastikan mereka tidak mundur.
Hampir pukul 09 Wib kami baru berangkat. Salah seorang dari kami anggota komunitas sepeda katanya sudah pernah ke sana dengan rombongannya pakai sepeda. Masuknya dari desa Gema kecamatan Kampar kiri hulu. Berarti dari Pekanbaru kami ke Lipat Kain. Beberapa kilometer dari Lipat Kain ada pertigaan kita belok kiri ke desa Gema. Waktu bertugas di LPMP Riau saya sering ke desa Gema ini.

Pukul 11 Wib kami kami sudah berada di desa Gema Kecamatan Kampar kiri hulu. Kata kawan-kawan kita makan dulu maka kami makan pada sebuah kedai nasi di pinggir Sungai Kampar yang melewati desa itu. Banyak orang berada di pinggir sungai itu. pada suatu tempat yang datar dan berumput banyak mobil parkir. Saya bertanya-tannya dalam hati mobil siapa itu.

Siap makan kami kembali ke jalan utama. Pada rambu-rambu lokasi air terjun Batu dinding di desa Tanjung Belit kami belok ke sana. Sejejnak jalannya mendaki kemudian mendaki melewati perumahan-perumahan penduduk. Pada sutu tempat kami berhenti. Beberapa mobil menghalangi perjalanan. Rupanya di situ tempat pembelian tiket ke air terjun. Harga tiket sepuluh ribu rupiah perorang. Kata yang menjual tiket,  mobil bisa mencapai lokasi tapi nanti ada jalan yang licin. Kalau Bapak ragu menempuhnya parkir saja mobil dekat situ Bapak jalan kaki saja ke lokasi.

Kami segera melanjutkan perjalan. Tidak berapa lama kami sampai pada sebuah tanjakan jalan tanah pengerasan yang dikasi batu-batu krikil. Pada pertengahan pendakian ban mobil berputar tapi mobil tidak bergerak terperangkap lumpur. Beberapa kali kami mencoba tapi mobil tidak bergerak naik. Bau karet ban mulai tercium. Kawan yang pemilik mobil takut kalau nanti mobil oleng jatuh ke jurang. Akhirnya seperti saran penjual tiket tadi mobil kami turunkan dan cari tempat yang lapang kemudian kami melanjutkan berjalan kaki ke atas.

Sebenarnya bukit yang didaki tidak terlalu tinggi, namun saya yang tidak muda lagi cukup ngos-ngosan dibuatnya. Sampai di puncak rupanya belum selesai masih mendaki lagi. Saya kira tadi setelah puncak kita sudah  sampai ke lokasi rupanya masih jauh. Mendaki, menurun itu yang terjadi beberapa kali. Ketika sudah sampai ke tempat parkir saya betul-betul kehabisan energy rasanya. Pulangnya nanti saya tidak akan sanggup menempuh jalur ini. Karenanya saya nantinya akan mencari ojek baik dari penduduk sana atau pengunjung yang menggunakan roda dua. 

Dengan napas yang tersengal-sengal kami singgah pada sebuah pondok tak berapa jauh dari arena parkir. Sambil menikmati teh botol kami bertanya-tanya pada orang yang ada di situ. Seseorang menawarkan sampan untuk pulang nanti. Ketika ditanya kostnya berapa dia bilang seratus lima pulih ribu. Tapi seraus ribupu tidak apa katanya. Saya lansung setuju. Berarti nanti pulang tidak mendaki menurun lagi.

Kami shalat zuhur dulu di pondok itu kemudian menuju ke lokasi air terjun. Beberapa meter dari pondok ada sebuah jembatan semen. Tapi lintasan melewati jembatan itu belum bisa digunakan. Mengikuti petunjuk dekat jembatan kami turun ke bawah mengikuti jalan setapak yang dibuat dari cetakan semen petak-petak ukuran 30 x 30 cm. Jalan setapak itu mengitari bukit mendaki menurun. Tak berapa lama kami sampai pada air terjun pertama.Tidak terlalu tinggi. Disekitarnya banyak batu-batu besar. Di atas batu-batu itu pengunjung duduk-duduk bersantai ria dan makan –makan. Namun banyak pula yang berselfie ria dengan latar belakang air terjun.

Tidak lama-lama di sana kami lanjut lagi ke atas tempat air terjun utama. Tetap mengikuti jalan setapak yang terdiri dari cetakan semen. Jalan tetap mendaki menurun yang cukup menguras tenaga. Setelah melintasi anak sungai yang dangkal dan mendaki bukit yang paling tinggi akhirnya air terjun yang kami tuju sudah Nampak. Cukup ramai pengunjung di sana.

Air terjun ini juga tidak berapa tinggi. Ia keluar dari sebuah lobang yang mirip terowongan dari batu cadas dari perbukitan. Di bawahnya tempat air jatuh ada seperti danau kecil. Di dalam danau itu pengunjung mandi dan berenang-renang. Di tempat yang agak landai sekelompok pengunjung sedang membakar sate. Dan beberapa kelompok lainnya duduk santai diatas batu. Nampaknya ada juga pengunjung yang camping di sana.

Yang menarik ada beberapa orang remaja memanjat dinding batu di samping air terjun. Mereka tidak menggunakan tali pengaman.Hanya mengandalkan akar-akar tanaman yang tumbuh di sana Memang nampaknya tidak beresiko, kalau tergelincir jatuh, jatuhnya ke dalam danau kecil di bawah. Salah seorang dari mereka sampai pada terowongan tempat air terjun turun.

Cukup ramai pengunjung, apakah karena tempat ini baru di buka setelah carona. Pengunjung yang datang berbagai kelompok umur. Mulai dari seumuran anak SD, remaja, orang dewasa. Ada juga emak-emak. Saya agak malu juga untuk sampai ke sana saya sungguh ngos-ngosan tapi berapa orang emak-emak yang tubhuhnya termasu ukuran XL sampai ke sana. Berarti memang saya tidak fit.

Cukup lama kami di lokasi air terjun itu, berbagai sudut dari air terjun telah diambil fotonya. Setelah dirasa cukup kami kembali ke pondok di areal parkir. Di sana telah menunggu tukang sampan yang  tadinya berjanji mengantarkan kami ke desa Gema melalui sungai.

Perjalanan pulang melalui sungai sungguh menyenangkan. Pemandangan alam sungguh indah. Pohon-pohon kelapa yang berjajar pada beberapa bagian pinggir sungai, padang-padang rumput tempat kerbau-kerbau merumput dan rumah-rumah sederhana penduduk kelihatan sangat indah. Ditambah lagi ketika berpapasan dengan sampan-sampan mesin lainnya menimbulkan sensasi-sensasi gelombang yang menyenagnkan.
Tidak berapa lama kami sampai kembali di desa Gema. Sampan merapat pada dataran yang tadi saya lihat bnyak mobil parkir. Rupanya itu mobil-mobil pengunjung yang memilih menggunakan jalur sungai menuju ke lokasi air mancur. Kalau saja tadi saya tahu ada jalur ini lansung saja melewati sungai, tidak perlu buang-buang energy mendaki menurun membuat kita kehabisan napas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjelajahi 5 Danau yang Memikat dan Mempesona di Jawa Barat

Mengunjungi 5 Danau Yang Eksotik di Provinsi Banten

Pada Suatu Sore di Taman Kota Tugu Pejuang Pintu Rimbo Lubuk Sikaping Pasaman Sumatra Barat