PERJALANAN PANJANG DENGAN BUS KE ACEH (Part II)
Turun dari bus, saya lansung ke konter penjualan tiket. Cukup
ramai. Saya menuju kesalah satunya. Petugasnya seorang perumpuan berambut
pirang seperti keturunan china. Saya sodorkan tiket saya kemudian dimbilnya
diganti dengan tiket yang baru. Dia mengatakan bus berangkat pukul 15.00 wib
atau pukul 3 sore. Hari baru pukul 10, berarti saya masih ada waktu sekitar 5 jam. Mengapa
saja saya selama itu. Sudahlah yang penting saya sarapan dulu.
Terminal bus itu cukup luas. Di samping deretan konter
menjual tiket ada lowongan tempat bus yang berderet yang akan berangkat. Sedang
di belakangnya hampir separoh lapangan bola tempat bus parkir. Ruang tunggu
keberangkatan ada dua, satu di luar ruangan khusus untuk penumpang yang
merokok. Sedangkan satu lagi di dalam ruangan pakai AC dan di lengkapi dengan
banyak fasilitas untuk charge HP.
Di sebelah ruang tunggu terbuka itu ada lagi satu ruangan
yang khusus untuk menerima barang-barang kiriman. Dan di sebelahnya khusus
untuk menitipkan barang. Disitulah saya menitipkan ransel sehingga mengurangi
beban kalau bergerak kemana-mana.
Sedangkan di depannya di pinggir jalan banyak kios-kios menjual makanan.
Hari baru pukul 10, bus berangkat pukul 15.00 berarti saya
masih ada waktu sekitar 5 jam. Mengapa saja saya selama itu. Sudahlah yang
penting saya sarapan dulu. Dari kios-kios yang ada, rata-ratasarapan yan dijual
adalah nasi. Tidak seperti di Pekanbaru yang kalau namanya sarapan ada lontong,
bubur ayam, ketupat ataupun nasi goreng.
Dan semua yang sebutkan itu tidak ada di sini. Dan nasi yang ada itu
rata-rata lauknya gulai yang pakai kuah. Dari pada tidak saya pesan saja nasi
dengan gulai itik. Namun setelah dicoba rasanya kurang pas pada lidah saya.
Habis sarapan, saya buka google map, melihat apa saja yang
pantas dan bisa saya kunjungi sambil menunggu pukul 15. Tapi taka da pula yang
menarik. Hanya ada penangkaran buaya, itu jauh pula tempatnya. Sementara itu
badan terasa gerah. Saya belum mandi. Mandi dulu di kamar mandi terminal.
Selesai mandi, hari sudah melewati pukul 11 saja, berarti tanggung
untuk pergi kemana-mana. Saya duduk saja di ruang tunggu yang pakai Ac sambil
mencharge smartphone dan membaca-baca berita dari media social.
Tepat pukul 15.00 bus
mulai bergerak. Type busnya sama dengan
bus yang dari Pekanbaru ke Medan. Dan posisi tempat duduk saya sama
yaitu bangku nomor 8 baris ke-dua dari supir dan berada dekat jendela.
Sedangkan penumpang di sebelah saya seorang anak muda yang brewokan. Katanya
dia asli Aceh.
Sejenak bus berjalan perlahan merayap menyusuri jalan kota
Medan yang padat. Sampai di luar kota bus mulai melaju. Namun sering berhenti
menaikkan penumpang dan barang. Beda sekali dengan bus jarak jauh di pulau
jawa, yang mana setelah berangkat dari terminal bus tidak akan menaikkan
penumpang lagi.
Jalan antara medan dan Banda Aceh tidak banyak belokan dan
pendakian seperti jalan ke Sumatra Barat. Jadi bus bisa melaju dengan kencang.
Katanya yang ada bengkolan dan pendakian hanya setelah memasuki daerah Selawah.
Waktu magrib tiba bus tidak ada gejala akan berhenti.
Kota-kota yang dilalui selalu tampak ramai dengan lampu yang terang benderang
dan diluar banyak orang-orang duduk di alam terbuka sambil makan-makan. Sampai
jauh malam masih juga ramai. Apakah seperti itu tiap malam, atau karena kebetulan waktu itu malam minggu.
Hampir pukul 22 bus baru berhenti di sebuah rumah makan, yang
nampaknya berada dalam kota. Karena di sampingnya ada Bank BNI. Kesempatan ini
berhenti ini saya gunakan untuk jamak sholat magrib dan Isa.
Setelah makan, bus melaju lagi dan berhenti untuk menaikkan
dan menurunkan penumpang di setiap terminal yang disinggahi. Saya berusaha
untuk tidur seperti penumpang-penumpang lain. Namun tidak pernah tertidur
lelap. Entah pukul berapa saya terbangun, bus berhenti dan saya mendengar
seperti orang marah. Rupanya sopir sebuah mobil pick up seperti patrol polisi
sedang bicara dengan sopir. Dan di belakangnya berbaris panjang apakah polisi
dan tentara atau rakyat sipil, tidak jelas. Dan saya melihat rata-rata yang
berbaris berbadan kecil namun sama postur tubuhnya.
Mungkin daerah itu sudah masuk daerah selawah, karena jalan
yang dilalui mulai menurun berbelok-belok. Meskipun agak samar-samar namun
pemandangan terlihat indah. Pukul 5.30 pagi bus berhenti. Rupanya sebuah
terminal. Sopir berteriak, “Banda Aceh, Banda Aceh habis” Rupanya saya saya
telah sampai ke bumi rencong Banda Aceh.
(Naskah dilengkapi dengan gambar dari google)
Komentar