KEPEDIHAN MENDALAM DI MUSEUM TSUNAMI
Hari pertama di Banda Aceh saya membuka google map untuk
melihat objek wisata terdekat dari penginapan saya di hotel Aceh Barat. Rupanya
yang terdekat adalah masjid yang fundamental Baiturahman. Namun kali ini masjid
terkenal ini tidak menjadi prioritas saya karena saya sudah beberapa kali
mengunjunginya dan bahkan saya pernah shalat jumat di sana.
Jarak yang terdekat lagi adalah
Museum tsunami, kesanalah saya akan pergi. Berbekal panduan dari google map
saya berjalan kaki saja kesana. Sekitar satu jam jalan kaki santai, saya sudah berada di gedung yang bentuknya melingkar-lingkar mirip gelombang raksasa.
Tapi apakah memang didesign seperti gelombang raksasa saya tidak tahu juga,
mungkin hanya persepsi saya saja.
Memasuki pekarangannya yang luas saya
menuju counter seperti penjualan tiket. Namun rupanya untuk masuk ke museum itu
gratis. Gedung ini sengaja dibangun untuk mengenang tragedy tsunami yang menimpa
Aceh yang menelan korban sekitar 240 ribu jiwa. Konon kabarnya gedung ini
arsiteknya adalah Ridwan Kamil wali kota Bandung sekarang.
Masih di luar gedung dekat pintu
masuk utama kita bisa melihat rongsokan helicopter polisi yang menjadi korban ketika itu. Setelah itu tempat
pertama dari museum 4 tingkat ini yang saya masuki adalah sebuah lorong yang
agak sempit dan gelap. Beberapa meter saya masuk makin gelap dan mulai
terdengar gemuruh air yang terkesan menggetarkan perasaan dan juga menakutkan.
Dua orang anak perempuan di depan saya berbalik dan ingin keluar lagi . namun
ketika melihat ada saya mereka ketawa dan melanjutkan lagi perjalanannya.
Mendengarkan gemuruh air yang dasyat
ini membuat imaginasi kita seperti melihat
ngerinya suasana waktu itu. Tiba-tiba saja saya ingat akan teman saya 2
orang widyaiswara Lpmp Aceh yang yang kebetulan satu orang kawan sekamar dengan
saya di Medan ketika kami sama-sama mengikuti pelatihan Calon Widyaiswara.
Mereka berdua hilang dan tidak pernah ditemukan mayatnya. Gemuruh buatan itu
seperti menggambarkan di pikiran saya penderitaan mereka yang tergulung-gulung
ombak dasyat.
Cerita yang lebih memilikan lagi
adalah seorang teman saya yang sekarang dosen. Anak gadisnya yang sekolah di
sebuah pesantren hilang tidak tahu rimbanya. Yang memilukan, berminggu teman
yang mirip orang portugis ini berjalan kaki tanpa menghiraukan letih dan lapar
memeriksa setiap tumpukan mayat untuk mencari keberadaan putrinya. Namun
sia-sia. Dan berbulan-bulan pasca kejadian itu, tidurnya tidak pernah nyenyak,
terbangun tengah malam merenung, sedih dan putus asa.
Saya mencoba menggoyang-goyangkan
kepala untuk menghilangkan
gambaran-gambaran penderitaan mereka
yang menjadi korban. Saya berusaha kembali ke niat awal mengunjungi gedung ini
adalah untuk tamasya, tidak untuk bersedih, tanpa saya sadari air mata saya
sudah berlinang.
Habis ruangan yang menimbulkan
gambaran penderitaan itu kita sampai kepada ruang berdoa. Yang
dinding-dindingnya dipenuhi dengan nama-nama korban tragedy alam yang dasyat
itu. Setelah itu ada lagi yang namanya memorial Hill. Di sana ada monitor untuk
mengakses peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika tsunami berlansung. Ruangan
ini juga terkesan mencekam perasaan.
Ruangan-ruangan lainnya berisi
gambar-gambar yang menunjukkan betapa mencekamnya keadaan ketika peristiwa itu
terjadi dan kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan’Sedangkan pada lantai bawah
ada ruangan terbuka yang luas dan di sana berjajar batu-batu bulat seperti yang
kita temui di jalan Asia Afrika Bandung yang bertulis nama Negara-negara yang
membantu ketika bencana ini terjadi.
Meskipun dengan memasuki gedung ini
menimbulkan perasaan tergoncang dan terharu, namun saya merekomendasikan pecinta traveling
khususnya generasi muda untuk dapat merasakan dan membayangkan betapa dasyatnya
bencana yang menimpa ketika peristiwa alam itu terjadi
2 Gambar museum dari luar diambil dari google
Komentar