BACKPACKER TRAVELING TO KUALA KAMPAR (PART 3)




Baru saja saya naik ke kapal, pramugarinya perempuan muda yang kelihatan cukup cantik berkata, “ ini penumpang terkhir yang kita tunggu, mari berangkat”. Kemudian kapal mulai bergerak menuju arah Selat Panjang. Peumpang tidak berapa orang, tidak sampai 10 orang.
Jam tangan yang saya pakai sudah menunjukkan pukul 12.30 perut terasa lapar. Tadi tiba di pelabuhan Buton jangan kan makan, baru saja menjejakkan kaki turun dari travel, lansung diajak berlari ke dermaga menuju kapal. Namun saya  yakin , nanti sampai di Selat panjang pasti ada pedagang yang menawarkan nasi dan makanann lain.
Laut tenang tidak bergelombang, dengan tenang kapal meluncur laju. Saya berjalan-jalan ke bagian belakang kapal. Ada beberapa orang penumpang. Seorang anak muda asyik dengan smartphonenya. Seorang penumpang lelaki setengah baya ketika saya tanya, dia katanya menuju ke Penyalai. Kesempatan, pikir saya minta informasi tentang pulau yang belum pernah saya kunjungi itu. Rupanya saya salah dengar, dia bukan ke Penyalai tapi ke Tanjung Balai. Akhirnya kami berbincang-bincang tentang yang lain saja.
Sekitar pukul 13.30 Kota Selat Panjang sudah Nampak dari kejauhan. Toko-toko dan perumahan dari  beton Nampak berjajar ada yang menjulang di pinggir laut. Saya tidak ingat dengan pasti, tahun berapa saya pertama kali datang ke kota di seberang pulau Sumatra itu. Kalau tidak salah tahung 1996, waktu itu Selat panjang masih bagian dari Kabupaten Bengkalis.

Saat itu angkutan yang membawa penumpang ke Selat Panjang dari Pekanbaru adalah kapal kayu “Jelatik “ Kapal ini berangkat dari Pekanbaru Pukul 17.00 dan samapai di Selat Panjang Subuh hari. Bepergian dengan kapal Jelatik inimerupakan tamasya yang mengasikkan. Kita serasa berada di hotel yang terapung. Saya begitu bergairah ketika itu dan seolah olah tidak ingin kehilangan setiap setiap detik dari moment perjalanan. Pemandangan sepanjang sungai Siak yang dilalui. Pondok-pondok dan rumah-rumah penduduk di pinggir sungai kelihatan begitu indah. Sayang waktu itu saya belum punya blog dan belum hobby jepret-jepret. Begitu bergairahnya saya, sampai hari gelap saya masih berdiri diatas atap kapal kayu  itu  menikmati pemandangan yang dilewati. Perjalanan yang menyenangkan. Ketika masuk waktu shubuh kapal Jelatik merapat di dermaga. Ketika itu dermaganya di pasar kota selat panjang. Baru saja keluar dari kapal saya dengar suara, “ Tanjung samak, tanjung samak. Tanjung Balai, Batam.” Saya seperti kenal suara itu. Dan rupanya Suara Kak Zen, seorang polisi di Bangkinang, karena dia aktif Pramuka maka kami memanggilnya kakak. Pertemuan yang tidak diduga. Kami minum dan ngobrol-ngobrol di kedai kopi. Rupanya ia telah pensiun dari polisi dan ia menghabiskan masa pensiunnya di kampong kelahirannya Selat Panjang. Dan saya beli tiket ke Tanjng Samak padanya.  Ia menunjukkan masjid tempat saya bisa mandi dan bertukar pakaian. Setelah itu saya sering ke Selat panjang, namun saya tidak pernah lagi berjumpa dengannya. Entah kemana dia, tidak seorang pun orang yang saya Tanya tahu.
Pukul 13.15 Kapal berhenti di pelabuhan Selat Panjang. Benar saja, baru saja merapat, para pedagang masuk menawarkan nasi bungkus, nasi goreng, sate dan berbagai cemilan lainnya. Saya beli satu nasi bungkus dengan lauk ikan. Harganya Rp 20 ribu. Di pelabuhan ini banyak peumpang yang naik dua pertiga bangku di kapal sudah di isi. Hanya sekitar 15 menit berhenti, kemudian kapal melaju lagi ke Tanjung Samak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Suatu Sore di Taman Kota Tugu Pejuang Pintu Rimbo Lubuk Sikaping Pasaman Sumatra Barat

Melihat Keajaiban Alam Kabupaten Lingga Kepulauan Riau: Menjelajahi Pesona Pulau-pulau Indah dan Pantai yang Menakjubkan

4 Pengaruh Traveling pada Fisik