PULAU GALANG, SAKSI BISU TRAGEDI KEMANUSIAN AKIBAT PERANG

Perang, dimana-mana selalu menimbulkan tragedi kemanusiaan yang memilukan yang dialami oleh mereka yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu tragedi itu adalah ribuan manusia yang berbondong-bondong dengan terpaksa pergi meninggalkan kampung halaman mereka karena terancam nya  nyawa dan kehidupan mereka.

Dapatkan  Rp.800 Juta,-  dengan modal hanya Rp 25 ribu rupiah dari Bisnis Iklan         Silahkanklikhttp://www.muslimpromo.com/?ref=8100https://muromo.com/index.phphttps://muslimpromo.com/index.phphttps://muslimpromo
Seperti yang kita lihat sekarang ini ratusan ribu bahkan jutaan rakyat Timur tengah berusaha meninggalkan negeri mereka akibat bencana perang yang berkepanjangan. Demikianlah kejadiannya, sekitar 40 tahun lalu ketika perang Vietnam yang berlansung dari 1955 sampai 1975 berakhir dengan kekalahan telak Negara super power Amerika Serikat. Tentu saja ratusan ribu bahkan jutaan penduduk yang selama ini sebagai pendukung yang kalah ketakutan akan pembalasan dari pihak yang menang. Apalagi pemenang perang Vietcong yang komunis terkenal kejam kepada musuhnya.

Maka berhamburan lah mereka ini secara tergesa-gesa dengan   berbagai  cara meninggalkan negeri mereka sebagai pengungsi. Banyak pengungsi meninggalkan negaranya dengan perahu-perahu dalam  kondisi memprihatinkan. Satu perahu bisa diisi 40-100 orang. Berbulan-bulan para pengungsi ini terombang-ambing di tengah perairan Laut China Selatan yang terkenal ganas, tanpa tujuan yang jelas. Sebagian dari mereka ada yang meninggal di tengah lautan, ada yang terdampar di pulau karang tanpa bahan makanan, dan ada sebagian lagi dapat mencapai daratan, termasuk wilayah Indonesia, seperti Pulau Galang, Tanjung Pinang, Kepulauan Natuna dan pulau-pulau di kepulauan Riau. Dan akhirnya atas nama kemanusiaan Pulau Galang, Batam secara resmi ditetapkan sebagai penampungan sementara dari para pengungsi tersebut.Sambil menunggu Negara-negara ketiga yang bersedia menampung mereka.

Banyak cerita mengenai para pengungsi ini, bahkan ada yang difilmkan, bagaimana penderitaan para pengungsi itu untuk bertahan hidup selama pengungsian, bahkan di tempat penampungan, bahkan ada yang difilmkan,

UNHCR dan Pemerintah Indonesia membangun berbagai fasilitas di sana, seperti barak pengungsian, tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah, bahkan penjara, yang digunakan untuk memfasilitasi sekitar 250.000 pengungsi. Para pengungsi ini di konsentrasi kan di satu permukiman seluas 80 hektar dan tertutup inter aksinya dengan penduduk setempat. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengawasan dan penjagaan keamanan.

Fasilitas yang ada termasuk lengkap. Sistem pengairan air bersih dibuat melalui pipa-pipa cukup besar dari mata air di luar pulau. Sistem kelistrikan juga baik, dilihat dari tiang-tiang listrik yang masih berdiri hingga sekarang. Bagi para profesional seperti dokter, mereka langsung dilibatkan di rumah sakit, lebih tepat disebut klinik kesehatan. Mereka sedapat mungkin disalurkan sesuai keahlian. Sementara bagi yang tidak punya keahlian, diperbantukan untuk membangun rumah dan fasilitas pendukungnya. Pertanyaannya kemudian, siapa yang mendanai itu semua? Indonesia tentu tidak sanggup ataupun tidak mau membiayai para pengunsi yang jumlahnya mencapai 250 ribu orang tersebut. UNHCR yang akhirnya membiayai, tentu saja sumber dananya dari seluruh anggota PBB. Seluruh biaya hidup orang-orang di pengungsian ini ditanggung UNHCR. Makan sehari-hari, pendidikan, hingga kesehatan dijamin oleh lembaga PBB ini. Pokoknya hidup mereka sangatlah enak karena tidak memikirkan kewajiban apapun. Semua sudah ditanggung. Karena enak itulah, kamp pengungsian itu berjalan selama kurang lebih 16 tahun. Setelah kondisi dinegara bekas perang dianggap kondusif dan aman,  pihak UNHCR berniat memulangkan mereka ke Vietnam. Namun ternyata tidak mudah. Para pengungsi yang akan dipulangkan melakukan protes dengan berbagai cara. Menurut cerita Pak Said, penjaga museum sekarang, mereka menenggelamkan perahu yang sudah dimiliki, bahkan beberapa orang melakukan bunuh diri.  Sebagian besar dari mereka beruntung diterima oleh Negara-negara lain.

Sekarang tempat pengungsian Pulau Galang sudah kosong. Meninggalkan bekas-bekas kehidupan yang pernah dilalui oleh 250 ribu manusia dengan suka dan duka nya. Dan menariknya menjadi salah satu Ikon wisata pulau Batam.

Pada bulan Juni 2016 yang lalu, sehari sebelum bulan puasa Ramadhan, saya dan tiga orang teman memanfaatkan waktu senggang kami untuk mengunjungi lokasi pengunsian ini. Dengan mencarter mobil kijang innova sebesar Rp 400 ribu bersih(Sudah termasuk sopir dan minyak) kami berangkat kesana.


Sesampai kami di sana, suasana sepi menyambut kami, dengan bangunan-bangunan yang sudah tidak terawat lagi. Setelah kami melewati pintu gerbang, kemudian menyusuri jalan aspal dengan kanan kiri terdapat tanda pengenal jalan dan nama tempat,  Kami susuri jalan yang ada sampai agak jauh masuk kedalam kami sampai di Monumen Perahu yang terdiri atas tiga perahu yang digunakan para pengungsi ketika meninggalkan Vietnam. Dengan perahu seperti itulah mereka berbulan-bulan mengarungi lautan hingga sampai di pulau Galang atau pun pulau-pulau lainnya di sekitar Kepulauan Riau.

Ada pun perahu-perahu ini adalah perahu-perahu yang diangkat ke daratan dan direnovasi, ada juga perahu-perahu itu yang sengaja ditenggelamkan dan bahkan ada yang dibakar oleh para pengungsi sebagai bentuk protes atas kebijakan UNHCR dan Pemerintah Indonesia yang ingin memulangkan sekitar 5.000 pengungsi, karena mereka tidak lolos tes untuk mendapatkan kewarganegaraan, atau suaka dari negara negara lain seperti Australia, Perancis, Amerika Serikat dan negara lainnya.


Setelah dari monumen perahu, kami melanjutkan perjalanan melewati bangunan-bangunan bekas tempat tinggal yang masih tersisa di tempat pengungsian ini. Rasa sedih memenuhi ketika melihat peninggalan yang bersejarah ini, kini tidak begitu terawat, banyak semak belukar, bahkan banyak bangunan yang sudah rusak. Diantara bangunan-bangunan itu salah satunya berfungsi sebagai museum. Di dalamnya bisa dilihat berbagai peninggalan, lukisan tentang kondisi para pengungsi yang berjejal-jejal untuk dapat kesempatan naik perahu. Ada juga lukisan mereka yang ber padat-padat dalam perahu. Kemudian ada lagi mereka yang sudah sampai di pengungsian,bersantai-santai dengan keluarga bermain dibawah pohon dengan ayu-ayunan. Di museum itu juga bisa dijumpai data tentang pengungsi yang namanya tertulis pada guntingan-guntingan kertas kecil.






Tak jauh dari museum terdapat sebuah gereja. Yang menarik, didepan gereja ada jembatan kecil yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki. Ketika akan masuk ke areal Gereja yang bernama  Nha Tho Duc Me Vo Nhiem itu,  sebuah papan nama gereja serta terdapat juga tulisan 'Galang, Memory of a tragedy past', suatu pesan yang dalam dari tragedi kemanusiaan akibat perang. Sebuah renungan kepedihan betapa akibat dari perang adalah penderitaan bagi sebagian besar rakyat yang menjadi korban, keluarga-keluarga terpisah, anak-anak yang harus di adopsi oleh keluarga dari negara lain.

Yang membuat perasaan miris ketika melewati   areal pemakaman yang bernama Ngha Trang Grave. Luasnya hampir seluas lapangan bola. Di sini, dimakamkan 503 pengungsi Vietnam yang meninggal karena berbagai penyakit yang mereka derita selama berlayar berbulan-bulan di laut lepas. Selain itu, depresi mental membuat kondisi fisik mereka semakin lemah. Berjuang antara hidup dan mati untuk mencapai daerah ini dengan penuh ketakutan dan banyak ditinggalkan karena meninggal ditengah laut dan berhasil mencapai daratan. Namun perjuangan antara hidup dan mati itu percuma saja, akhirnya meninggal juga di daerah yang jauh dari kampong halaman. Menyedihkan.

Yang terakhir kami kunjungi adalah sebuah  Vihara yaitu vihara  Quan Am TU Berbeda  dengan tempat ibadah lain yang ada di pulau galang ini yang rata-rata dalam kondisi yang sudah tidak terawatt, vihara  ini Nampak  rapid an dirawat dengan baik. Nampaknya masih digunakan. Vihara Quan Am TU merupakan salah satu tempat ibadah yang paling mencolok di area itu. Cat bangunan yang berwarna-warni membuat pengunjung dapat mengenalinya dari kejauhan. Letaknya di daerah ketinggian sehingga pemandangan dari sangat indah dan cocok untuk menikmati pemandangan alam. Tempat parkir juga luas dilengkapi lagi dengan toilet yang bersih.

Mendekati senja kami sudah mengunjungi hampir semua tempat-tempat penting di pulau bekas kamp pengungsian itu. Disamping merupakan wisata sejarah, alamnya yang asri dan pemandangan yang indah di beberapa tempat membuat pulau Galang ini cocok untuk tempat tamasya keluarga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjelajahi 5 Danau yang Memikat dan Mempesona di Jawa Barat

Mengunjungi 5 Danau Yang Eksotik di Provinsi Banten

Pada Suatu Sore di Taman Kota Tugu Pejuang Pintu Rimbo Lubuk Sikaping Pasaman Sumatra Barat