Lelaki Tua dan Jin Penunggu Sungai


 Di sebuah perkampungan di pinggir sungai tinggallah seorang lelaki tua. Pria ini sejak mulai lahir sampai masa tuanya tidak pernah meninggalkan kampung itu. Dan ia bekerja seperti alamarhum ayah nya yaitu menebang kayu di hutan sekitar itu. Karena ia sudah tua tenaganyapun sudah sangat berkurang. Paling-paling dalam satu hari ia hanya menebang sebatang pohon. Dan hasilnya hanya sekedar untuk sesuap nasi.

Pada suatu hari ia datang kepinggir sungai untuk mengasah kampaknya yang mulai tumpul. Dia mencari posisi yang enak untuk duduk dipinggir sungai itu. Namun karena suatu gerakan yang tidak disengajanya kampak itu terjatuh ke dalam sungai. Lelaki itu menatap kampaknya yang secara cepat menghilang ke dasar sungai yang cukup dalam.

Ia menatap sedih, ingin menyelami sungai, berat rasanya. Tenaganya yang lemah tidak kuat rasanya melawan arus sungai. Lebih lagi tubuhnya yang renta tidak tahan pula melawan rasa dingin air sungai. Beberapa lama ia duduk termangu-mangu mengenang kampaknya yang selama ini merupakan senjata andalannya menebang pohon. Mungkin inilah akhirnya ia berpisah dengan kampak kesayangannya itu. Untuk membeli kampak baru uang tidak ada. Wajah tuanya tambah berkerut karena sedih.

Rupanya, tak jauh dari sana Jin penunggu sungai itu memperhatikan lelaki malang itu. Melihat guratan wajahnya yang sedih Jin itu merasa kasihan. Kemudian Jin itu mendatanginya.

“Hai Bapak tua, kenapa bapak bersedih,” sapa Jin itu,

Kemudian lelaki tua itu menceritakan tentang kampak kayu tuanya yang jatuh ke sungai. Dengan tidak ada kampak itu ia tidak lagi bisa bekerja mencari nafkah. Setelah mendengar cerita itu, Jin itu melompat kedalam sungai, menyelam untuk menemukan kampak kayu milik lelaki tua itu.

Tidak berapa lama ia muncul, dengan senyum ceria. Di tangannya sebuah kampak berkilau ditimpa sinar matahari. “Nih Pak Tua jangan sedih lagi, kampaknya sudah saya ketemukan,” katanya sambil menyerah kan kampang tersebut.

Lelaki tua itu memeriksa kampak itu. Rupanya kampak itu bukan kampak kayu, tapi kampak emas. Dengan lesu dia berkata, “Ini bukan kampak saya, ini kampak emas. Kampak saya kampak kayu.”

“Tidak masalah” kata Jin. “Ambil saja kampak mas ini”

“Tidak Pak Jin, ini tidak kampak saya”

Mendengar itu Jin itu kembali terjun ke sungai. Kemudian ia muncul lagi dengan sebuah kampak dari perak.

Kembali lelaki tua itu tidak mau terima karena itu bukan kampaknya.

Jin itu kembali lagi menyelam, kemudian muncul lagi dengan kampak tua yang gagangnya dari kayu



Dengan ceria lelaki tua berkata, “Nah inilah lah kampak saya, Terima kasih Pak Jin atas bantuanya” Sambila menerima kembali kampaknya.

Jin itu memandang lelaki itu beberapa saat, entah apa yang dipikirkannya. Kemudian ia berkata, “ Pak tua, Bapak orang jujur. Tidak seperti manusia lain yang tergiur oleh emas dan perak. Karena Bapak jujur sekarang saya hadiahkan kampak emas dan perak ini pada Bapak”. Kemudian ia pergi tanpa menoleh lagi.

Lelaki tua itu bergembira mendapat hadiah kampak emas dan perak tersebut.

Seminggu kemudian lelaki tua itu ada perlu menyebrang sungai dengan istrinya yang juga sudah tua. Mereka naik sampan berdua. Entah bagaimana kejadiannya tiba-tiba istri lelaki tua itu terlempar dari sampan dan tenggelam. Lelaki tua itu berteria-teriak minta tolong. Kemudian Jin yang dulu membantunya muncul. Setelah tahu yang tinggelam istri lelaki tua itu, ia lansung menyelam kedasar sungai. Tak berapa lama kemudian ia mucul dengan seorang wanita muda dan cantik bagaikan seorang artis.

“Pak Tua, Ini istri Bapak?”



Melihat perempuan cantik yang dibawa Jin itu Pak tua lansung menjawab, “Ya, itu istri saya.”

Dengan pandangan aneh Jin it u melihat lelaki tua itu, wajahnya yang keriput Nampak berseri-seri. Setelah beberapa saat Jin itu berkata, “Pak, saya mengenal Bapak sebagai lelaki tua yang jujur. Kenapa Sekarang ini Bapak tidak jujur?”



Sambil mematut-matut perempuan yang di bawa Jin itu, Pak Tua berkata, “ Kalau saya jujur, saya kasihan melihat Bapak Jin bolak balik menyelam kesungai. Nanti muncul lagi dengan perempuan cantik lainnya. Kemudian saya bilang tidak, Pak jin menyelam lagi. Kali yang ketiga baru Pak Jin bawa istri saya yang sebenarnya. Karena Saya jujur, dua wanita cantik itu di hadiahkan kepada saya. Saya sudah tua, saya tidak sanggup lagi punya istri tiga. Maka saya bilang saja wanita cantik yang pertama adalah istri saya, agar Pak Jin tidak repot”. Jin itu termenung mendengarnya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Suatu Sore di Taman Kota Tugu Pejuang Pintu Rimbo Lubuk Sikaping Pasaman Sumatra Barat

Melihat Keajaiban Alam Kabupaten Lingga Kepulauan Riau: Menjelajahi Pesona Pulau-pulau Indah dan Pantai yang Menakjubkan

Traveling Seru dengan Road Trip