Yogyakarta – Banyuwangi (Part II)
Kereta ke Banyuwangi berangkat nantinya senja hari pukul 18.00. Masih banyak waktu untuk bermain-main di sekitat jalan Maliaboro. Namun hari sudah mendekati pukul 12. Check out di hotel paling lambat pukul 13. Saya pulang ke hotel dulu check out dan kembali lagi stasiun.
Ingin
mencoba mesin pencari yang baru yang lebih baik dari google? Klick dibawah ini
Sebagai seorang backpacker saya hanya membawa satu
ransel dalam perjalanan ini. Kamera saya tarok di luar. Namun untuk berjalan
kesana kemari dengan menyandang ransel agak risi juga. Oleh karena itulah saya
kembali ke stasiun Tugu. Di sana ada jasa penitipan barang dengan tarip Rp
10.000,- perjam.
Dengan tidak lagi menyandang ransel rasa pergerakan
menjadi lebih leluasa. Saya keluar stasiun tugu dan pesan go jek. Namun rupanya
gojek tidak berani mendekati stasiun Tugu. Takut diganggu oleh tukang ojek yang
ada dekat sana. Ia menyuruh saya berjalan ke sebuah hotel yang menurut
perhitungan saya agak jauh juga. Percuma naik gojek kalau jalan kaki juga, piker
saya. Akhirnya gojek saya batalkan. Sebagai gantinya saya pakai becak yang
banyak mengantri di sana. Meskipun ongkosnya lebih mahal dari gojek. Tidak
apalah ganti beramal.
Di
kraton sebetulnya tidak banyak yang ingin saya lihat karena sudah sering. Namun
karena sudah kemari saya sempat juga melihat-lihat. Yang pertama saya lihat
benteng Vredebug yang terletak di
depan Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta.
Sekarang, benteng ini menjadi sebuah museum. Ada sejumlah bangunan di dalam benteng ini dan ada
juga beberapa diorama mengenai sejarah Indonesia.
Dari sini saya berjalan kaki ke tugu peringatan serangan 1 Maret. Tugu ini mengingatkan kita
pada sejarah ketika Belanda menyerbu Yogyakarta pada agresi ke 2 berhasil merebut
ibukota Republik Indonesia yang ketika itu berkedudukan di Yogyakarta. Menawan
Presiden Sukarno dengan wakilnya Mohammad Hatta beseta beberapa mentri. Belanda
mengumunkan keseluruh dunia Republik Indonesia telah terkubur kedalam tanah
maksudnya sudah musnah. Namun dengan serangan umum satu maret yang dipimpin
oleh Pak Harto membuktikan pada dunia bahwa Republik Indonesia Masih exist.
Bisa dibayangkan betapa bangga dan bersemangatnya prajurit-prajurit
muda ketika itu memasuki kembali Yogyakarta yang telah mereka tinggalkan.
Walaupun mereka hanya berada di kota Yogya hanya satu hari namun punya arti
yang sangat strategis secara militer dan diplomasi dalam perjuangan merebut
kembali kemerdekaan RI yang direbut kembali oleh Belanda.
Sebelum pukul 6 sore saya sudah berada kembali di
stasiun Tugu. Tepat pukul Pukul 18 atau jam 6 sore rangkaian gerbong kereta
WIJAYA KESUMA yang akan membawa saya ke
ujung pulau Jawa sudah tiba. Lampu-lampu di stasiun sudah pada menyala. Kalau
di Pekanbaru pukul 6 sore ini masih terang benderang. Tapi di Yogya ini hari
sudah malam.
Sejenak setelah duduk pada bangku yang sesuai
dengan nomor yang tertera di tiket, keretapun berangkat. Bunyi desisnya yang
khas terasa sangat indah di telinga. Selamat tinggal stasiun Tugu, selamat
tinggal Yogyakarta, kota di pulau jawa yang sering saya kunjungi yang punya
kesan nostalgia yang mendalam.
Moment-moment indah yang membuat saya berbahagia sebagai
seorang traveler ada saat-saat seperti sekarang ini, dalam perjalanan. Berbagai
kenangan bahkan renungan, ispirasi datang silih berganti. Apalagi kondisi tempat duduk
kereta yang lapang membuat kita bebas bergerak. Bangku di depan dan samping
saya kosong, sehingga saya bisa selonjor dan baring-baring dengan leluasa.
Setiap beberapa saat kereta berhenti pada stasiun
yang kota-kota yang dilaluinya. Penumpang turun dan naik. Ketika pramugaranya
kereta menawarkan makanan saya pesan
nasi goreng. Meskipun harganya diatas nasi goreng yang biasa tapi terasa nikmat
sekali. Meskipun hari malam dan pemandangan diluar tidak Nampak namun mata saya
tidak bisa tidur.
Tepat pukul 12 malam kereta berhenti di stasiun
Gubeng Surabaya. Berarti dari Yogya ke Surabaya dengan kereta 6 jam. Saya
melihat-lihat keluar tapi hanya lampu-lampu stasiun saja yang Nampak. Pukul 4
subuh kodisi di luar sudah mulai terang, sehinga bentangan persawahan dan
rumah-rumah penduduk yang dilalui kereta
sudah mulai tampak. Melihat-lihat pemandangan seperti ini juga salah satu
moment yang mendatangkan kebahagian sebagai seorang traveler.
Tepat pukul 6 Pagi, matahari telah bersinar sangat
terang ketika kereta berhenti di Stasiun Banyuwangi. Akhirnya saya sampai juga
ke ujung timur pulau Jawa ini. Sejenak saya jepret-jepret pemandangan di
stasiun, kemudian berjalan pada sebuah warung untuk sarapan.
Habis sarapan, saya pesan gojek untuk mengantar
saya ke penginapan yang sudah ada dalam catatan saya. Semula saya agak kuatir
jangan-jangan gojek tidak berani mendekat area stasiun karena ancaman ojek local.
Tapi sangkaan saya itu tidak benar. Tukang gojek datang, maka mulailah
petualngan saya sebagai seorang Backpaker traveller di ujung pulau Jawa
BANYUWANGI.
Komentar