Yogyakarta – Banyuwangi (Part II)

Kereta ke Banyuwangi berangkat nantinya senja hari pukul 18.00. Masih banyak waktu untuk bermain-main di sekitat jalan Maliaboro. Namun hari sudah mendekati pukul 12. Check out di hotel paling lambat pukul 13. Saya pulang ke hotel dulu check out dan kembali lagi stasiun. 

Ingin mencoba mesin pencari yang baru yang lebih baik dari google? Klick dibawah ini

 https://www.entireweb.com/?a=090457



Sebagai seorang backpacker saya hanya membawa satu ransel dalam perjalanan ini. Kamera saya tarok di luar. Namun untuk berjalan kesana kemari dengan menyandang ransel agak risi juga. Oleh karena itulah saya kembali ke stasiun Tugu. Di sana ada jasa penitipan barang dengan tarip Rp 10.000,- perjam.



Dengan tidak lagi menyandang ransel rasa pergerakan menjadi lebih leluasa. Saya keluar stasiun tugu dan pesan go jek. Namun rupanya gojek tidak berani mendekati stasiun Tugu. Takut diganggu oleh tukang ojek yang ada dekat sana. Ia menyuruh saya berjalan ke sebuah hotel yang menurut perhitungan saya agak jauh juga. Percuma naik gojek kalau jalan kaki juga, piker saya. Akhirnya gojek saya batalkan. Sebagai gantinya saya pakai becak yang banyak mengantri di sana. Meskipun ongkosnya lebih mahal dari gojek. Tidak apalah ganti beramal.



Di kraton sebetulnya tidak banyak yang ingin saya lihat karena sudah sering. Namun karena sudah kemari saya sempat juga melihat-lihat. Yang pertama saya lihat benteng Vredebug yang terletak di depan Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta. Sekarang, benteng ini menjadi sebuah museum. Ada  sejumlah bangunan di dalam benteng ini dan ada juga beberapa  diorama mengenai sejarah Indonesia.



Dari sini saya berjalan kaki ke tugu peringatan  serangan 1 Maret. Tugu ini mengingatkan kita pada sejarah ketika Belanda menyerbu Yogyakarta pada agresi ke 2 berhasil merebut ibukota Republik Indonesia yang ketika itu berkedudukan di Yogyakarta. Menawan Presiden Sukarno dengan wakilnya Mohammad Hatta beseta beberapa mentri. Belanda mengumunkan keseluruh dunia Republik Indonesia telah terkubur kedalam tanah maksudnya sudah musnah. Namun dengan serangan umum satu maret yang dipimpin oleh Pak Harto membuktikan pada dunia bahwa Republik Indonesia Masih exist.


Bisa dibayangkan betapa bangga dan bersemangatnya prajurit-prajurit muda ketika itu memasuki kembali Yogyakarta yang telah mereka tinggalkan. Walaupun mereka hanya berada di kota Yogya hanya satu hari namun punya arti yang sangat strategis secara militer dan diplomasi dalam perjuangan merebut kembali kemerdekaan RI yang direbut kembali oleh Belanda.



Sebelum pukul 6 sore saya sudah berada kembali di stasiun Tugu. Tepat pukul Pukul 18 atau jam 6 sore rangkaian gerbong kereta WIJAYA KESUMA  yang akan membawa saya ke ujung pulau Jawa sudah tiba. Lampu-lampu di stasiun sudah pada menyala. Kalau di Pekanbaru pukul 6 sore ini masih terang benderang. Tapi di Yogya ini hari sudah malam.



Sejenak setelah duduk pada bangku yang sesuai dengan nomor yang tertera di tiket, keretapun berangkat. Bunyi desisnya yang khas terasa sangat indah di telinga. Selamat tinggal stasiun Tugu, selamat tinggal Yogyakarta, kota di pulau jawa yang sering saya kunjungi yang punya kesan nostalgia yang mendalam.



Moment-moment  indah yang membuat saya berbahagia sebagai seorang traveler ada saat-saat seperti sekarang ini, dalam perjalanan. Berbagai kenangan bahkan renungan, ispirasi datang  silih berganti. Apalagi kondisi tempat duduk kereta yang lapang membuat kita bebas bergerak. Bangku di depan dan samping saya kosong, sehingga saya bisa selonjor dan baring-baring dengan leluasa.

Setiap beberapa saat kereta berhenti pada stasiun yang kota-kota yang dilaluinya. Penumpang turun dan naik. Ketika pramugaranya kereta menawarkan makanan  saya pesan nasi goreng. Meskipun harganya diatas nasi goreng yang biasa tapi terasa nikmat sekali. Meskipun hari malam dan pemandangan diluar tidak Nampak namun mata saya tidak bisa tidur.

Tepat pukul 12 malam kereta berhenti di stasiun Gubeng Surabaya. Berarti dari Yogya ke Surabaya dengan kereta 6 jam. Saya melihat-lihat keluar tapi hanya lampu-lampu stasiun saja yang Nampak. Pukul 4 subuh kodisi di luar sudah mulai terang, sehinga bentangan persawahan dan rumah-rumah penduduk  yang dilalui kereta sudah mulai tampak. Melihat-lihat pemandangan seperti ini juga salah satu moment yang mendatangkan kebahagian sebagai seorang traveler.



Tepat pukul 6 Pagi, matahari telah bersinar sangat terang ketika kereta berhenti di Stasiun Banyuwangi. Akhirnya saya sampai juga ke ujung timur pulau Jawa ini. Sejenak saya jepret-jepret pemandangan di stasiun, kemudian berjalan pada sebuah warung untuk sarapan.



Habis sarapan, saya pesan gojek untuk mengantar saya ke penginapan yang sudah ada dalam catatan saya. Semula saya agak kuatir jangan-jangan gojek tidak berani mendekat area stasiun karena ancaman ojek local. Tapi sangkaan saya itu tidak benar. Tukang gojek datang, maka mulailah petualngan saya sebagai seorang Backpaker traveller di ujung pulau Jawa BANYUWANGI.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Suatu Sore di Taman Kota Tugu Pejuang Pintu Rimbo Lubuk Sikaping Pasaman Sumatra Barat

Melihat Keajaiban Alam Kabupaten Lingga Kepulauan Riau: Menjelajahi Pesona Pulau-pulau Indah dan Pantai yang Menakjubkan

Traveling Seru dengan Road Trip