Pekanbaru – Yogyakarta (Part II)
Berdebat sebelum
shalat subuh
Tak berapa lama membelah malam mobil mulai
memasuki Propinsi Jambi. Jalan yang berbelok-belok dan mendaki menurun
mendatang perasaan senang duduk dimobil. Terasa lebih berarti dan tidak
monoton. Waktu sudah hampir masuk subuh. Pada sebuah masjid yang tidak begitu
besar kami berhenti untuk shalat.
Azan shubuh belum
dikumandangkan. Namun di masjid sudah agak ramai. Diantaranya saya melihat
banyak anak-anak seusia SMP. Pada sebuah bak yang yang mungkin berukuran 3x3
meter saya berwuduk dan berniat masuk masjid untuk shalat sunnah.
Tapi langkah saya
terhenti karena saya mendengar Nasib teman saya seperti bertengkar dengan seseorang. Persoalannya
Nasib menegur salah seorang anak usia SMP yang banyak di situ. Rupanya mereka
santri sebuah pesantren yang tidak berapa jauh dari masjid itu. Santri itu berwudhu lansung di bak tanpa memakai gayung yang
banyak di situ. Jadi air kumur dan berwudhunya masuk lagi ke dalam bak. Nasib
menganjurkan dia pakai gayung sehingga tidak mengotori air bak.
Karena keduanya
merasa benar, guru itu menawarkan Nasib untuk menemui kiyai mereka nanti setelahh
shalat shubuh. Karena nampaknya akan berpanjang- saya seret saja teman saya
masuk ke Mesjid, kemudian azan pun berkumandang.
Selesai shalat
subuh matahari belum lagi muncul. Gelap belum lagi menghilang. Kami melanjutkan
lagi perjalan. Yogyakarta masih masih jauh. Kami melanjutkan lagi perjalanan
membelah pulau Sumatra. Ketika hari mulai terang kami berhenti untuk sarapan
pada sebuah warung (Bersambung)
Catatan: Sebagian gambar diambil dari google
Komentar