Pekanbaru – Yogyakarta (Part I)
Banyak sudah
kota-kota besar di Pulau Jawa sudah saya singgahi, namun namanya
traveling, jauh lebih banyak yang belum saya sambangi. Maka keinginan lama yang
sudah lama dipendam sekarang coba diwujudkan, yaitu keliling pulau Jawa sebagai
seorang solo backpacker traveler.
Bulan Februari
2020, seperti bunyi pepatah pucuk dipinta mentimun pun tiba, saya memulai
perjalanan dengan menebeng seorang teman yang kebetulan mengantarkan mobil ke
Yogyakarta. Ia pergi sendiri dan ia merasa senang dapat kawan yang menemani.
Jumat 25 Pebruari
2020 sore sekitar pukul empat kami mulai meninggalkan Rumbai pesisir menuju
Yogyakarta. Rute yang akan dilalui adalah lintas timur. Karenanya keluar dari
Rumbai kami ke jalan Sudirman mengarah ke Taratak Buluh. Seperti biasa sore
hari jalan Sudirman padat jadi mobil berjalan perlahan seperti merayap. Pada
perimpangan jalan ke Pandau mobil belok kiri menuju jalan lintas timur.
Kemacetan telah
berlalu, mobil bisa dipacu. Hampir pukul 19.00 Kami singgah di Sorek untuk
makan malam pada sebuah tenda penjual pecal lele. Kemudian melaju lagi sampai
ke Pematang Reba. Pada sebuah pompa bensin kami istirahat. Kawan yang menjadi
sopir mencoba tidur di Musalla yang ada di situ. Selain dia ada lagi beberapa
orang yang sedang tidur di sana. Istimewanya kawan saya ini baru beberapa detik
merebahkan diri dia lansung tertidur.
Suatu keistimewaan
yang tidak saya miliki. Saya susah betul tidurnya. Berbagai posisi saya coba
juga tidak mau terlelap. Akhirnya saya menyerah pergi keluar duduk pada tembok
yang ada dekat situ melihat mobil yang datang dan pergi mengisi bahan bakar. Angin
malam terasa dingin menembus tulang. Beberapa orang ada juga yang duduk di sana
dekat mobilnya yang diparkir. Mereka mungkin jauga dalam perjalanan jauh.
Hampir sekitar dua
jam kawan saya tertidur. Kemudian kami melaju membelah malam menuju ke Jambi,
Tak banyak yang terlihat sorot lampu mobil focus pada jalan saja. Menjelang
masuk propinsi Jambi kawan saya mengatakan ingin istirahat lagi. Katanya kantuk
menyerangnya lagi. Pada sebuah pompa bensin kawan ini pergi tidur lagi. Saya memilih tetap tinggal dalam mobil sambil
mendengarkan lagu-lagu dari audio mobil.
Karena keasyikan
mendengar lagu akhirnya saya terlena, tertidur juga.
Kurang tahu entah beberapa menit saya tidur sambil duduk
di bangku sebelah sopir. Saya terbangun ketika di luar terdengar orang
bercakap-cakap. Ketika saya melongok keluar Rupanya teman saya Nasib sedang
berbincang-bincang dengan seorang anak muda.
Saya perkirakan
anak muda itu berumur tiga puluh tahunan. Tubuhnya lansing pakai baju kaous
oblong dan celana bewarna cream. Saya ikut pula nimbrung bersama mereka yang
ngobrol di bawah temaram lampu SPBU yang tidak terlalu terang. Saya perkirakan
waktu itu sekita pukul 3 mejelang pukul 4.
Pemuda itu rupanya
seorang sopir mobil jenis pickup yang parker tak jauh dari situ. Ia dari
Jakarta ke Pekanbaru mengantar mobil pick up itu yang dibeli seseorang di
Jakarta dan orang itu tinggal di Pekanbaru.
Nasib menanyakan
berapa dia dikasi biaya untuk mengantar kan mobil dari Jakarta ke Pekanbaru.
Pemuda itu mengatakan lima juta rupiah. Nasib menanyakan apakah lima juta itu
di luar BBM dan tol? Pemuda itu mengatakan uang segitu sudah keseluruhannya.
Nasib mengatakan mana cukup, dia yang berprofesi yang sama tukang antar mobil
dari Sumatra ke Jawa kalau dengan biaya segitu dia tidak sanggup.
“Ya, bagaimana lagi
Bang kondisi ekonomi sekarang ini diterima saja. Sisa-sisa sedikit dari uang
itu itulah yang saya harapkan. Kalau saya tak bersedia banyak orang lain yang
bersedia” katanya dengan memelas.
Kemudian pemuda itu
mengatakan dia sedang beruntung sebenarnya. Ketika dia mau berangkat ada dealer
yang meminta dia membawa kenderaan roda dua dari Jakarta ke Pekanbaru. Pick up
nya bisa memuat lima. Satu motor upahnya Lima ratus ribu. Jadi dapat lah dia
tambahan dua setengah juta.
Ketika saya
tanyakan nantinya balik ke Jakarta apakah dengan pesawat? Dia tersenyum. “Tidak
lah Pak dengan bus” Kemudian dia
menambahkan karena sudah sering bolak balek sopir sudah mengerti kondisi
ekonominya. Maka sopir bus biasanya hanya menetap kan seratus ribu untuknya
dari Pekanbaru Jakarta.
Waktu terus
merambat setelah bertanya tentang kondisi jalan kepada pemuda itu kami melanjut
kan membelah malam Yogyakarta masih jauh Jambi saja belum sampai. (Bersambung)
Komentar