PERJALANAN PANJANG DENGAN BUS KE ACEH (Part I)
Apa enaknya naik bus pada era yang serba canggih sekarang ini, Begitulah
komentar dari beberapa teman ketika mengetahui saya akan traveling ke Aceh
menggunakan bus. Dan ada pula beberapa teman menduga saya sudah kehabisan uang
sehingga tak sanggup beli tiket pesawat. Kalau ini gampang dibantah karena
harga tiket pesawat dan bus tidak beda jauh. Dan akhirnya mungkin jadi sama,
sebab dengan pesawat kita tidak perlu menganggarkan makan di jalan
Dari pengalaman mengadakan perjalanan selama ini, dapat
dirasakan naik bus untuk perjalanan jauh mempunyai sensasi tersendiri yang
tidak dirasakan ketika naik pesawat. Sense of traveling tidak terasa kalau kita terbang, kita hanya
disuguhi dengan pemandangan awan-awan di
angkasa yang menoton. Sedangkan dengan bus kita betul-betul menemukan arti
traveling sebenarnya.
Dua hari sebelum
berangkat saya menyusuri jalan Arengka 2
di mana banyak pool bus jarak jauh. Akhirnya pilihan jatuh pada Bus Putra
Pelangi. Petugas yang menjual tiket
mengatakan, berangkat pada Jumat malam dan akan sampai di Banda aceh Minggu
pagi. Berarti perjalan akan ditempuh selama 2 malam satu hari. Ada beberpa
pilihan tiket yaitu Rp 410.000,- Rp 380.000,- dan Rp 320.000,- Berpikir untuk
kenyamanan di perjalanan maka saya ambil yang paling tinggi Rp 410.000,-
Lewat sedikit Pukul 17 sore
Jumat tanggal 29 September 2017 saya sudah sampai di pool Putra pelangi. Bus nya termasuk doube
decker. Tempat duduk penumpang lebih tinggi dari supir. Satu baris 4 tempat
duduk dengan lorong ditengahnya. Berarti satu rangkaian 2 tempat duduk.
Sandaran tempat duduk biasa diatur kemiringannya, demikian juga tempat kaki.
Bantal dan selimut juga disediakan, jadi tak perlu membawa jaket yang tebal.
Pukul 18.00 bus mulai bergerak ke terminal Payung Sekaki, peraturan bahwa
bus sebelum berangkat harus singgah dulu di terminal. Dan waktu magrib pun
tiba, kepada penumpang diberi kesempatan untuk shalat. Tak berapa lama selesai
shalat bus pun berangkat. Tempat duduk baru terisi separuhnya. Rupanya
penumpang banyak yang naik di jalan.
Perlahan bus bergerak, melewati Jalan Riau ujung, jembatan
Lechton 2. Berarti sudah lama saya tidak lewat jembatan ini dan saya tidak tahu
disebelahnya sedang dibangun pula jembatan. Penumpang di sebelah saya, lelaki
yang ngaku herbalist mengatakan dekat
pangkal jembatan baru itu akan dibangun Mesjid besar dengan Nama “Mesjid Sultan
Iskandar Muda”. Saya heran, masih di Riau belum sampai ke Aceh kok mesjidnya
Sultan Iskandar muda?
Penumpang di samping saya itu mengatakan bahwa itu sudah
kesepakatan dengan Gubernur Andi Rahman dengan persatuan orang Aceh yang ada di
Riau.
Bus terus bergerak perlahan, pada lingkaran Simpang bingung
berhenti lagi beberapa penumpang naik. Sebenarnya jalan lintas Medan sampai ke
Bagan Batu sudah biasa saya lewati, baik naik travel maupun nyetir sendiri.
Jadi tidak ada lagi yang asing. Saya mencoba untuk tidur, namun seperti biasa
sulit untuk tidur, beda dengan penumpang-penumpang lain yang sudah terlelap di
bawah selimutnya.
Minas sudah di lewati, saya memprediksi bus akan berhenti
makan malam di Kandis. Namun ketika lewat Kandis bus terus juga melaju, mungkin
saja makannya nanti di Duri. Rupanya duri tidak juga berhenti, maka ada harapan
berhentinya nanti di Bagan Batu.
Lewat pukul 23 Bagan Batu juga terlewati, berarti memang
tidak ada acara makan malam. Saya ambil wafer dari dalam ransel dan memakannya.
Saya usahakan habis satu bungkusnya, di dorong ke dalam perut oleh minuman
sting. Selesailah makan malam saya. Saya sering berbangga kepada kawan-kawan
bahwa saya makan itu tidak harus nasi. Roti, ubi kayu dan sebagainya sudah
cukup pengganti nasi.
Jalan yang dilewati ke Medan ini relative lurus, tidak banyak
tanjakan, berbeda dengan jalan ke Sumatra Barat. Satu persatu kampung-kampung
di lalui, ketika subuh, bus berhenti di depan sebuah masjid untuk memberi
kesempatan kepada penumpang shalat shubuh.
Rupanya kami sudah di Kabupaten Batu Bara Sumatra utara. Pemandangan
berikutnya tidak lagi kebun kelapa sawit. Di pinggir jalan Nampak kebun getah,
kebun pisang dan berbagai sayuran. Hari
mulai terang, bus memasuki beberapa kota kabupaten dan terjebak kemacetan di
beberapa tempat.
Hampir pukul 09 bus sudah masuk kota Medan. Ini ditandai
oleh rambu-rambu yang menunjukkan arah ke Kuala Namu Bandara di kota Medan. Bus
melaju ke poolnya yang berada di jalan Sunggal. Tidak seperti bus Makmur dan
bus lainnya yang mangkalnya di Jalan Sisingamangaraja. Di pool ini petugas bus meminta saya melapor
ke konter tiket. Jadi transit seperti dengan pesawat pula. (Bersambung Part II)
Gambar diambil dari google gambar
Komentar