MELONGGOK MUSEUM MAK HITAM DI SAWAHLUNTO
(ONE
YEAR TRAVELING PADA AKHIR TAHUN PART 7)
Mak Itam adalah istilah orang Sumbar untuk Kereta api. Masih
ingat ketika kuliah di Padang ada pribahasa yang popular” Mak itam nan Mandaki
angok ang nan sasak” Kereta api yang mendaki, napas kamu yang sesak. Ini
ditujukan bagi orang yang mau campur saja urusan orang lain. Saya masih ingat
betul betapa ketika itu pusingnya kami ketika harus menterjemahkan pribahasa
itu kedalam Bahasa Inggris.
Suka traveling namun uangterbatas?Inilah solusinya. DapatkanIncome Rp.800 Juta,- Dari BisnisIklandengan modal hanyaRp 25
ribu
Silahkanklik : https://muslimpromo.com/?ref=8076
Silahkanklik : https://muslimpromo.com/?ref=8076
Kata-kata Mak disini sebetulnya
berasal dari kata Mamak, paman. Jadi Mak itam adalah paman yang berkulit hitam
(black Uncle). Kenapa kereta api dikatakan Mak Itam, karena hampir semua kereta
api di Sumatra Barat bewarna hitam. Karena manfaatnya untuk mengangkut
batubara.
Kedatangan kami ke Museum kereta api ini
sebetulnya hanya kebetulan saja. Tidak ada niat khusus. Pertama kali datang ke
Sawahlunto, tidak tahu kemana mau pergi, pokoknya putar-putar dahulu. Mendaki
menurun dan akhirnya terdampar persis didepan museum mak itam ini.
Menurut informasi di Indonesia ini
hanya ada dua museum kereta api. Selain di Sawahlunto ini, yang lainnya ada di
Ambarawa pulau jawa. Museum yang berlokasi di keluarahan pasar kecamatan Lembah Segar
kota Sawahlunto ini memiliki koleksi berjumlah 106 buah yang terdiri dari gerbong 5 buah Nampak
terparkir dibalik pagar,lokomotif
uap 1 buah dan
ketika kami datang 2orang teknisi sedang mengotak-atiknya, jam (2 buah), alat-alat sinyal atau komunikasi
(34 buah), foto dokumentasi (34 buah), miniatur lokomotif (9 buah), brankas (3 buah),
dongkrak rel (5 buah), label pabrik (3 buah), timbangan (3 buah), lonceng
penjaga (1 buah), dan baterai lokomotif (2 buah).
Sejarah perkereta apian di sini tidak lepas dengan kegiatan eksploitasi
tambang batubara secara besar-besaran di daerah Sawahlunto oleh pemerintah
kolonial Belanda. Mereka butuh alat trasnpotasi untuk membawa batubara ini ke
Pelabuhan Teluk Bayur di Padang.
Di samping melihat koleksi museum para pengunjung juga dapat
menikmati pemandangan alam dari sini. Karena tempatnya di dataran tinggi, dari
museum ini Nampak seluruh pusat kota Sawahlunto yang kelihatan seperti kuali
raksasa dengan perumahan penduduk yang padat.
Komentar