SEHARI DI PANTAI TANJUNG KARANG PALU.
Mobil berbelok ke kanan keluar dari jalan
utama, memasuki jalan yang tidak begitu lebar diantara pohon-pohon kelapa yang
ditanam dengan teratur. Sekitar pukul 11 kami sampai kepantai yang paling
tersohor di Kota Palu itu. Garis pantai yang landai dengan pasir putih yang
memanjang membentuk sebuah teluk.
Ingin dapat tambahan uang dengan modal hanya 25 ribu rupiah, bisa menghasilkan Rp.800 Juta,- Dari Bisnis Iklan ?
Silahkan klik : https://muslimpromo.com/?ref=8099
Di pinggir pantai itu berjajar pondok-pondok kecil tempat istirahat..Jajaran pondok-pondok ini
kelihatan begitu indah dari kalau dilihat dari pantai. Pondok itu disewakan
oleh pemiliknya, Rp 50 ribu, Kami mengambil satu pondok. Meskipun pemandangan
laut sangat indah, namun udara yang menyengat membuat kami tertahan di pondok
untuk beberapa lama. Betul kata orang LPMP Sulteng bahwa panas udara di Palu
ini lain dengan di Jakarta, di sini panasnya terasa menggigit pedih terasa di
kulit.
Masih merasa penghasilan kurang? Jangan hanya mengeluh. Mari bergabung
untuk mendapatkan Income Rp.800 Juta,- Dari
Bisnis Iklan
Silahkan klik http://www.muslimpromo.com/?ref=8100
Silahkan klik http://www.muslimpromo.com/?ref=8100
Laut yang indah dengan airnya yang jernih hijau nyaris kebiruan, hampir
tidak ada riak bagaikan air di kolam renang saja. Beberapa kapal kecil Nampak
lewat menambah keindahan pemandangan. Tak jauh dari pondok kami berteduh sambil
menikmati durian tertambat kapal khusus untuk menjelajahi pantai Tanjung Karang.
Bentuk kapal itu bagaikan rakit, dengan dindingnya tidak sampai setengah meter.
Kami sudah janji dengan pemilik kapal itu nanti kami akan berkeliling pantai
dengan setelah matahari tidak lagi
terlalu menyengat. Tarif kapal Rp 100 ribu.
Sekitar Pukul 14 Waktu Indonesia Bagian tengah kami keluar dari pondok
yang menaungi kami dari sengatan matahari, turun ke pantai yang berpasir putih.
Dengan masuk ke air laut yang dangkal kemudian naik ke kapal yang akan membawa
kami menyusuri pantai. Sebenarnya tidak cocok disebut kapal. Bentuknya seperti
rakit papan segi 4 yang diusung oleh dua
buah perahu kiri dan kanan. Di kedua sisi ada bangku panjang untuk duduk
penumpang. Sedangkan ditengah terdapat seperti kotak segi empat yang dari sana
bisa melihat dasar laut dengan terumbu karang dan ikan-ikan kecil yang
melintas.
Meskipun tidak ada ombak, namun ketika kapal mulai berjalan, terasa juga
bergoyang. Sehingga kalau kita berdiri tidak berpegang pada tiang atau sesuatu
pada kapal bisa juga kita terjatuh.
Sejenak kami dibawa menjauh ke ke tengah kemudian menyusuri garis pantai..
Disamping pantainya yang berpasir putih
yang cocok untuk berjemur, pingiran pantai ada juga tebing-tebing yang seperti
dinding terdiri bukit-bukit batu karang. Sungguh pemandangan yang mempesona.
Berbagai tingkah yang diperlihatkan teman-teman mengekspresikan
kegembiraannya. Ada yang berpindah-pindah dari suatu bagian di kapal kebagian
lainnya. Ada yang asyik memmotret saja.
Sekitar lima ratus menyusuri garis pantai, kapal berputar berbalik kembali
ketempat semula. Matahari makin adem, pantai makin ramai saja. Tibalah saatnya
untuk naik banana boat. Sejenis
sampai yang terbuat dari karet berbentuk bulat seperti pisang dan ditarik oleh
speed kecil. Kapasitas perahu pisang ini
hanya 5, sedangkan kami bertujuh. Akhirnya saya dan supir mengalah.
Speed menarik banana dengan penumpangnya dengan kecepatan cukup tinggi.
Arah perjalannya berbentuk lingkaran menuju ketengah laut yang dalam. Di depan
sekali pemandu, bertindak seperti joky pada kuda. Penumpang diatas perlu juga
menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh. Namun dari setiap putaran saya
melihat tidak ada yang terjatuh. Setelah dua lingkaran, sampai ketempat semula,
perahu berbentuk pisang itu oelh awak speed yang menariknya akan dibalikkan,
sehingga penumpangnya terlempar ke air laut pada bagian yang dangkal. Semua teman-teman saya
lihat sangat menikmati. Mereka bersorak bergembira dengan bahagia. Saya belum
pernah melihat Mas Warsito, yang terkenal alim sebahagia saat itu.
Habis Banana boat teman-teman berencana untuk diving, menyelam. Namun
saya lebih memilih berjalan tanpa sepatu, menyusuri tepian pantai yang berpasir yang terasa geli menyentuh
telapak kaki. Pantai makin ramai, berbagai gaya mereka lakukan. Ada juga yang
berpakaian seksi, namun lebih banyak yang berpakaian menutup urat, meskipun
banyak yang sedang berenang. Ketika saya sampai kembali ke pondok yang kami
sewa, beberapa teman sedang berenang.
Hari makin sore, matahari sebentar lagi akan tenggelam, berkali-kali
memanggil teman yang lagi asyik berenang untuk ke darat, supaya keita bisa
kembali ke Palu sebelum malam. Makin sore pantai Tanjung Karang makin adem,
pengunjung bertambah banyak, berarti pantai ini memang enaknya dikunjungi
menjelang senja agar kita tidak disengat sinar matahari yang menggigit. Hampir
gelap kami tinggalkan pantai yang indah itu.
Komentar