MELIHAT BONO DI DESA TELUK MERANTI( PART 2)
Kami
sampai ke Teluk Meranti Pukul 13.15 WIB berarti masah ada sekitar 45 menit lagi
Bono akan datang seperti informasi yang kami peroleh. Kami belok kanan sesuai
dengan rambu-rambu lokasi wisata Bono. Jalan yang kami tempuh adalah jalan
semen yang pas untuk dilewati dua mobil kecil. Beberapa meter kami masuk
sebelah kanan Nampak sebuah hotel, Hotel
Beach. Tak berapa jauh dari situ
sebelah kiri kantor camat yang cukup megah. Dan dipekarangannya ada monument
slancar.
Kami
terus saja, dipertigaan kami berhenti bertanya dimana lokasi untuk melihat
Bono. Penduduk setempat menganjurkan kami untuk terus saja menuju anjungan Bono
yang tak jauh dari situ.
Dekat
sebuah rumah makan kami temui anjungan yang dimaksud. Yaitu berupa sebuah rumah
panggung yang tidak begitu tinggi. Di depannya terhampar pemandangan sungai
Kampar yang lain dari yang lainnya. Sungai Kampar yang ada di sini sudah mirip
laut yang sangat luas seperti menjangkau kaki langit.
Kami
membayangkan dari tempat ini ombak besar yang bergulung-gulung muncul dari kaki
langit. Kami menunggu sambil berbincang-bincang dengan beberapa penduduk. Dari
penuturan mereka kami mendengar beberapa legenda yang secara samar saya pernah
mendengarnya.
Menurut legenda, bono yang ada
di sungai Kampar seluruhnya berjumlah 7 (tujuh) ekor, salah satu dari ketujuh
bono itu yang merupakan anaknya ditembak oleh meriam Belanda sehingga
yang tersisa adalah 6 (enam) ekor. Karena anaknya mati dan menghilang ditembak
Belanda, maka ke enam bono tersebut mengamuk dan menghancurkan apa saja yang
ada di dekat mereka. Secara bergantian dari yang besar hingga yang kecil bono
datang dalam masa-masa tertentu untuk menunjukkan kekuatan dan kedahsyatannya
bagaikan seorang induk yang marah dan mengamuk karena kehilangan anaknya.
Menurut cerita lain, kononnya,
bono yang ada di sungai Kampar ini adalah Bono Jantan, sedangkan Bono Betinanya
berada di sungai Rokan. Di musim pasang mati, Bono Jantan menemui Bono
Betina, kemudian mereka pergi bersama-sama ke selat Malaka untuk bermain dan
bersantai disana. Apabila bulan mulai membesar mereka pun kembali ke
tempat masing-masing, lalu bermain memudik sungai Kampar (yang jantan) dan sungai
Rokan (yang betinanya). Semakin penuh bulan di langit, semakin bertambah
gembiranya mereka berpacu memudiki sungai itu, berderu, bergemuruh hingga
sampai ke tempat masing-masing.
Sebagian cerita lain dari
masyarakat lokal juga mengisahkan hal yang sama, namun mereka mengibaratkan
bono tersebut dengan seekor naga yang bertemu di selat Malaka untuk bermain
dengan pasangannya dan kembali memudiki sungai Kampar dan Sungai Rokan untuk
kembali ke sarangnya dengan bersemangat dan bergembira hingga menimbulkan
gelombang besar dan menghempas apa saja yang dilewatinya.
Banyak lagi kisah Bono yang
kami dengar.Sementara jam sudah menunjuk
lewat pukul 2 namun Bono yang kami tunggu-tunggu tidak ada gejalanya akan
muncul. Berarti Bono tidak akan dating. Seorang penduduk mengatakan berti siang
ini Bono tidak akan dating. Kemungkinan adalah malam hari.
Karena malam haripun hanya
kemungkinan kami putuskan untuk kembali saja ke Pekanbaru. Pak RT disana
menyarankan kami datang akhir November. Ia menjamin saat itu Bono datang setiap hari. Dan pemerintah Pelalawan sudah
menjadwalkan ada festival selancar internasional yang akan di ikuti oleh 4
negara.
Meskipun kami tidak berhasil
melihat Bono secara lansung, namun pemandangan yang kami temui di Teluk Meranti
cukup membuat kami senang dan bahagia.
Komentar