PENGALAMAN DI GUNUNG TALANG(PART I) Di takut-takuti cerita orang bunian
“...gunung Talang dihuni oleh bermacam-macam makhluk halus antaranya orang bunian . Sudah banyak pendaki bahkan penduduk setempat yang hilang di gunung itu. Dan orang yang hilang itu ada juga yang diketemukan atau pulang sendiri. Ada yang hilangnya hanya 7 jam. Dan ada pula...”
Dibanding gunung Merapi dan Singgalang, gunung Talang tidak begitu populer bagi para pencinta alam pendaki gunung. Ini mungkin karena lokasi titik awal pendakinan jauh dari kota. Namun gunung Talang tidak kalah menariknya dibanding dua gunung yang merupakan maskot Sumatra barat itu.
Saya dan beberapa teman mendaki gunung Talang beberapa tahun yang lalu. Dari Pekanbaru kami berangkat dengan bus malam menuju Solok. Dan memasuki kota solok pagi hari. Dari Kota solok kami menuju desa Koto Anau. Seorang teman yang menjadi anggota rombongan berasal dari desa itu. Dan kami istirahat dan bermalam di desa itu.
Selesai shalat subuh keesokan harinya oplet yang sudah kami pesan datang menjemput kami. Kami menuju desa Bukit Sileh Batu Bajanjang. Seperti biasa jika mendaki gunung kami melapor dulu ke Kepala desa. Atas permintaan kami kepala desa mencarikan seorang penunjuk jalan yang memadu kami agar kami tidak tersesat nantinya. Dari pengalaman mendaki gunung selama ini, gunung-gunung yang jarang di daki, jalan kepuncak tidak begitu jelas dan jalan-jalan tikusnya banyak meragukan. Dengan pertimbangan itulah kami menggunakan jasa penunjuk jalan. Demikian juga, bekal makan siang kami, juga disediakan oleh istri kepala desa.
Di depan rumah kepala desa saja kami sudah disuguhi pemandangan gunung yang sangat menawan. Puncak gunung Talang yang akan kami daki sudah nampah gagah menyembul dari gugusan bukit barisan. Tak jauh dari rumah kepala desa nampak kokoh dinding batu cadas. Cocok untuk mereka yang menyenangi olah raga rock climbing. Matahari sudah mulai naik ketika kami memulai perjalanan pendakian.
Sejenak kami menyusuri jalan setapak yang landai. Namun ada keanehan dari penunjuk jalan kami. Lelaki yang diperkirakan berumur limapuluhan ini mulai kami berangkat dari rumah kepala desa. Ia bercerita tentang keangkeran gunung talang yang kami daki. Namun ceritanya itu seakan mengandung pesan agar kami menghentikan pendakian. Menurut lelaki yang memakai baju silat hitam itu, gunung Talang dihuni oleh bermacam-macam makhluk halus antaranya orang bunian . Sudah banyak pendaki bahkan penduduk setempat yang hilang di gunung itu. Dan orang yang hilang itu ada juga yang diketemukan atau pulang sendiri. Ada yang hilangnya hanya 7 jam. Dan ada pula baru kembali atau ditemukan setelah 7 hari. Bahkan ada pula yang ditemukan setelah 7 minggu. Kalau dalam 7 minggu tidak diketemukan juaga berarti kemungkinan ditemukan lagi adalah setelah 7 bulan atau bahkan 7 tahun. Kalau sudah tujuh tahun, biasanya tidak diketemukan lagi. Dan cerita tentang makhluk halus di gunung itu cukup menyeramkan sehingga membuat anggota rombongan ada yang bergidik ketakutan dan mulai ragu untuk melanjutkan pendakian. Salah seorang anggota rombongan yang senior yang mengetahui dampak cerita seram ini terhadap anggota yang masih pemula, memotong pembicaraan bapak tua itu. “Pak, kami bukan orang baru dalam mendaki gunung dan masuk hutan. Jadi kami tidak akan membatalkan perjalanan kami karena cerita bapak itu” Mendengarkan pernyataan teman ini, penunjuk jalan itu sejenak terhenti dan tertegun. Saya tidak tahu apa yang ada di pikirannya. Untuk mencairkan keadaan saya berseleroh. “Tenang, Pak. Kalau ada saya tidak perlu ada yang ditakutkan. Nanti kalau ada yang mengganggu saya akan hubungi pimpinan tertinggi orang bunian di gunung talang ini.” Tapi rupanya anggota rombongan sudah sudah terlanjur banyak yang kecut hatinya. Sehingga seloroh saya tidak dianggap lucu. Saya heran juga, penunjuk jalan ini kami bayar. Kalau kami batal mendaki tentu ia tidak dibayar. Saya sungguh tidak mengerti apa motivasinya menceritakan hal-hal yang menakutkan ini.
Tak berapa lama berselang penunujuk jalan kami yang memakai baju pendekar lengkap itu berkata ia mohon izin sebentar, karena sesak berak. Dan kami diminta menunggu. Namun hampir setengah jam menunggu ia tidak muncul. Saya tidak tahu apa yang terjadi. Dan saya mulai kesal. Jauh dari Pekanbaru kami datang , saya tidak mau pendakian kami gagal karena ulah orang tua ini. Dengan kesal saya mengutus dua orang anggota kembali kerumah kepala desa untuk melalorkan apa yang terjadi. (Bersambung)
Komentar
Wassalam...