PANCUR DESA DIATAS AIR LAUT


Dari serangkaian kunjungan saya ke daerah-daerah berkeliling Kepulauan Riau, ada dua tempat yang masih asing  bagi saya, yaitu  Desa Pancur dan Senayang. Kedua desa itu belum pernah saya kunjungi sebelumnya dan info yang saya peroleh tentang desa itu minim sekali. 

 
Saya memulai perjalanan dari Pekanbaru ke Batam, Batam ke Tanjung Pinang. Dari Tanjung Pinang naik kapal ke Dabo Singkep. Dari Dabo nyebrang lagi Daek Lingga.
Daek Lingga  merupakan  salah satu kabupaten di Kepulauan Riau. Di kota kecil ini saya mencoba mencari informasi tentang desa Pancur yang harus saya kunjungi. Rupanya di Pasar Lingga ini banyak mereka yang berasal dari Kampar. Toko obat, penjual barang kelontong dan pakaian rata-rata mereka yang dari Kabupaten Kampar. Dari mereka saya dapat informasi yang cukup lengkap tentang desa Pancur yang akan saya kunjungi.
Pagi-pagi setelah sarapan tukang ojek yang sudah saya pesan datang menjemput saya.  Ia akan mengantar saya ke dermaga tempat saya naik kapal nantinya ke desa Pancur.
Jalan yang dilalui melewati hutan-hutan yang cukup sepi. Saya heran juga dalam lingkungan hutan itu ada dermaga. Di dermaga itu yang  ada hanya sampan, tidak kapal. Cukup lama saya menunggu di dermaga itu. Namun penumpang selain saya tidak kunjung muncul. Dan ketika berangkatpun hanya saya sendirilah penumpangnya.
Sejenak sampan mesin yang saya tumpangi menyusuri sungai. Sungai kecil berkelok-kelok di dalam hutan. Di kiri-kanan sungai semak-semak liar merambah sampai kedalam sungai, Dibalik semak-semak pohon-pohon tinggi khas hujan tropis tumbuh lebat sehingga membuat kondisi sungai teduh. Sekali-kali dari balik pohon muncul kera. Mereka berlompatan dari dahan ke dahan.
Katanya di sungai itu juga ada buaya. Tapi kalau kita selama menyusuri sungai  tidak pernah menyebut-nyebut kata buaya, binatang pemangsa manusia itu tidak akan muncul. Oleh karena itu saya menahan diri untuk mengkomfirmasi keberadaan nya kepada Tukang sampan. Selama perjalanan tidak ada perkampungan yang dilewati. Dan seorang manusia pun tidak ada nampak. Ngeri juga, kalau tukang sampan itu berniat buruk pada kita, bisa gawat. Syukur perjalanan aman-aman saja. Keluar dari sungai, sampan memasuki lautan  terbuka. Nun di sana dari kejauhan nampak perkampungan. Itulah desa Pancur.

Perlahan, sampan bergerak lurus menuju desa itu. Setelah dekat, nampaklah rumah-rumah disana yang terbuat dari papan merupakan rumah panggung yang semuanya berada diatas permukaan laut. Ini mengingatkan saya akan sebuah kota di Italia  yang saya lihat Cuma dalam film.  Kota Venice yang terkenal dengan wisata kota airnya. Rupanya di kabupaten Lingga ini ada  pula desa yang mirip dengannya.

Rumah-rumah yang terbuat dari papan bersusun rapi. Antara rumah satu dengan rumah lainnya saling bertautan membentuk rantai yang tidak saling terputus. Di depan rumah ada pelantar yang berfungsi sebagai halaman rumah dan jalan tempat berlalu lalang. Anak-anak bermain bola dan permainan lainnya juga dipelantar ini.
Antara dua sisi dihubungkan oleh sebuah jembatan beton yang nampak berdiri kokoh. Dengan jembatan ini memudahkan penduduk untuk berkunjung kerumah-rumah  disisi lainnya.

Karena lain dari desa-desa lainnya yang kita jumpai di Indonesia, maka desa Pancur ini terlihat unik dan specifik, maka layak dijadikan desa untuk wisata untuk merobah-robah pemandangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Suatu Sore di Taman Kota Tugu Pejuang Pintu Rimbo Lubuk Sikaping Pasaman Sumatra Barat

Melihat Keajaiban Alam Kabupaten Lingga Kepulauan Riau: Menjelajahi Pesona Pulau-pulau Indah dan Pantai yang Menakjubkan

Traveling Seru dengan Road Trip