MAKHLUK HALUS DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN


Saya termasuk orang yang tidak percaya takhyul dan sampai sekarang pun saya belum pernah melihat ataupun berjumpa dengan hantu atau makkluk halus lainnya. Mulai dari SD dan sampai menjadi guru saya aktif di kepramukaan. Dalam pramuka memang  anggota dilatih untuk berfikir realistis tidak  mempercayai hal-hal yang berhubungan dengan takhyul.
Suka traveling tapi uang terbatas. Ini solusinya, dapatkan Income Rp.800 Juta,- Dari Bisnis Iklan
Silahkan klik :
https://muslimpromo.com/?ref=8076
Namun ada beberapa kejadian yang membuat saya mengakui bahwa makhluk halus itu sebenarnya ada. Kejadian pertama,  terjadi pada tahun-tahun pertama saya menjadi guru. Saya membawa anak-anak pramuka hiking menerobos hutan di sebelah selatan sebuah bendungan di desa Kampar  kabupaten Kampar propinsi Riau. Penduduk  setempat menyebut bendungan itu dengan sinbad.

Hutan dibelakang lokasi bendungan itu cukup lebat dan terlindung oleh pohon-pohon besar dan tinggi. Tidak banyak semak-semak, sehingga mudah dilalui. Sekitar satu jam lebih kami memasuki hutan itu, kami menjumpai pohon-pohon yang dihinggapi beraneka ragam bunga anggrek. Ada anggrek bulan, anggrek kalajengking dan lain-lainnya yang saya sendiri tidak tahu  namanya. Kami tidak menduga akan menemukan hutan yang penuh bunga indah itu. Dan para peserta hiking tidak mau kehilangan kesempatan untuk  memetik  anggrek yang beraneka ragam itu. Sebelumnya kami tidak pernah mendapat informasi bahwa di hutan itu terdapat anggrek seperti itu. Saya yakin kalau orang lain tahu disitu banyak anggrek pasti akan ramai orang datang memburunyanya.


Ketika kami akan  keluar dari hutan itu, sesuatu yang aneh terjadi.  Saya  dan seorang teman guru yang memandu kegiatan hiking itu  dan juga beberapa orang anggota sudah terbiasa keluar masuk hutan dan kami sudah tahu jalan pulang menuju kebendungan sinbad. Namun kali ini kami kesulitan menemukan jalan pulang.Kami seolah-olah berputar-putar  dan kembali ketitik semula. Saya tidak tahu apa yang terjadi. Dan perjalanan jadi sulit karena kami harus menembus semak belukar yang padat yang sangat menguras energi. Ini terjadi selama beberapa jam. Sungguh meletihkan. Ditambah lagi perasaan cemas kesasar di hutan. 

Dalam kebingungan seperti itu seorang teman mengatakan, mungkin kami diganggu makhluk halus karena telah mengambil bunga-bunga anggrek dihutan.  Antara percaya dan tidak saya meminta semua untuk meninggalkan anggrek yang sudah mereka petik. Wajah-wajah letih dan kebingungan itu menatap saya dan dengan berat hati meninggalkan semua yang sudah mereka petik. Dan kami memutuskan untuk mencoba lagi menuju satu arah.

Aneh, apakah kebetulan tidak sampai 15 menit kami menemukan jalan setapak  yang mengantarkan kami ke pondok seorang peladang. Dari pondok itu tidak susah kami menemukan jalan kembali ke pasar kampar.
Kejadian kedua ketika mendaki gunung Kerinci dengan seorang teman. Kami berdua sampai kepuncak tertinggi sumatra itu pukul 2 malam. Bulan bersinar terang menyinari bumi seperti siang saja. Sehingga dalam terang bulan itu gunung tujuh yang jauh disana nampak samar-samar. Indah sekali. Tidak berlama-lama istirahat kami berjalan mengitari puncak. Dan kami begitu terpesona dilereng yang tak jauh dari puncak kerinci itu dengan diterangi sinar bulan yang cerah kami menemukan hamparan bunga edelweis yang sedang berbunga sejauh mata memandang.

Bunga edelweiss bunga langka lambang cinta abadi. Kalau gunung-gunung di Jawa ada larangan mengambil bunga abadi ini. Nah sekarang  bunga idaman setiap pendaki gunung itu terhampar seluas-luasnya di hadapan kami. Bermandikan cahaya rembulan kami berjalan diantara bunga-bunga yang pohonnya rata-rata setinggi satu meter itu. Ucok yang menemani saya memetik bunga-bunga itu dan memasukkan kekantong plastik.

Puas dan sangat bahagia rasanya. Diluar dugaan kami menemukan bentangan bunga edelweis yang jarang ditemukan. Lelah mendaki selama 12 jam seakan menghilang.
Menjelang subuh kami merasa cukup dan mulai bergerak turun kebawah. Dari informasi yang kami peroleh bila pagi hari gunung kerinci akan tertutup  awan dan menjadi gelap. Jadi kami harus meninggalkan puncak menjelang pagi.

Nah disini kembali keanehan terjadi. Tadi rasanya kami tidak ada melewati semak belukar. Sekarang kami dihadang oleh semak belukar yang rapat dan tinggi. Untuk berjalan satu meter saja sungguh menguras tenaga.  Saya sampai beberapa kali terduduk kehabisan energi. Kami tidak menemukan jalan setapak yang tadi kami lalui. Saya duduk diatas batu kehabisan tenaga sambil merenung. Kenapa ini bisa terjadi. Dan saya teringat pengalaman di Kampar.  Percaya atau tidak, yang penting dapat menemukan jalan pulang. Saya meminta Ucok untuk meninggalkan edelweiss yang sudah kami petik. 

 Sungguh diluar nalar kami, tak jauh dari semak belukar yang menghalangi jalan kami itu kami menemukan jalan setapak yang jelas untuk turun kebawah.
Sampai di desa Kersik  Tuo Kayu  Aro tempat kami memulai pendakian saya ceritakan pengalaman saya ini kepada kepala desa Pak Benny Kemiran. Dan dia menceritakan bahwa mereka yang mengambil sesuatu di Gunung kerinci tidak bisa menemukan jalan pulang. Kita harus meminta izin kepada penunggunya. Dan dia memberitahu kami cara minta izinnya. 

Percaya atau tidak itulah yang saya alami, berarti makhluk haluspun pun ikut menjaga kelestraian alam. Setahun kemudian saya datang lagi ke Gungung Kerinci dan sesuai dengan petunjuk kepala desa saya berhasil membawa beberapa tangkai bunga abadi tersebut. Tidak banyak, hanya sekedar untuk kenangan saja.
Note: Sebahagian gambar dari google

Komentar

Anonim mengatakan…
Pengalaman menarik ya pak aswir..

Postingan populer dari blog ini

Pada Suatu Sore di Taman Kota Tugu Pejuang Pintu Rimbo Lubuk Sikaping Pasaman Sumatra Barat

Melihat Keajaiban Alam Kabupaten Lingga Kepulauan Riau: Menjelajahi Pesona Pulau-pulau Indah dan Pantai yang Menakjubkan

Traveling Seru dengan Road Trip