Pekanbaru – Yogyakarta (Part V)

 

Subuh mulai menjelang, pelabuhan Merak mulai nanpak samar-samar. Banyak penumpang kapal penyebrangan seperti saya, tidak tidur. Melihat permukaan laut yang yang mulai muncul dari balik kegelapan subuh yang mulai menjelma. Perlahan dan pasti, Pelabuhan Merak makin jelas.



Ketika waktu telah datang, saya menyempatkan diri untuk pergi ke ruang shalat yang disediakan di kapal. Di sana sudah banyak penumpang yang melaksanakan kewajiban shalat subuh. Selesai shalat saya kembali ke bagian samping kapal, menikamati keindahan pagi yang datang menjelang di Pelabuhan Merak. Pelabuhan Merak makin dekat, makin dekat.



Keluar dari kapal, tak berapa jauh dari pelabuhan pada sebuah rumah makan Padang kami berhenti. Kami sudah di Pulau jawa sekarang. Nasib nampaknya sudah biasa di rumah makan itu. Ini Nampak dia seperti tidak asing disana. Dia sudah tahu dimana kamar mandinya yaitu bagian belakang.

Di rumah makan itu kami mandi dan ganti pakaian. Kami tidak sarapan di sana, hanya minum kopi. Nasib katanya tidak mood makan nasi. Sebenarnya saya agak risi juga dengan orang rumah makan itu. Kami mandi dan ganti pakaian di sana tapi tidak makan. Namun gimanalah, saya makan sendiri tidak enak juga.



Tak jauh meninggalkan rumah makan kami lansung memasuki jalan tol. Kami mulai melaju membelah pulau Jawa. Tak berapa lama kami mulai memasuki kawasan Jakarta. Kami tetap di jalan tol. Hanya saja pada sebuah indomart kami berhenti untuk makan-makan roti sebagai ganti sarapan pagi. Kemudian kami melaju lagi dengan kecepatan rata-rata 100 km/jam. Sudah melaju sekencang itu masih banyak juga bus dan mobil pribadi yang mendahului kami.



Bekasi, Cikampek kami lewati dengan cepat. Pemandangan di kiri kanan jalan sangat indah dengan bentangan sawah yang menghijau sejauh mata memandang. Kalau melihat begini kita mengakui Pulau Jawa ini tanahnya subur. Namun kesuburan inilah yang mengundang penjajah datang ke Nusantara. Waktu era penjajahan terutama pada waktu era tanaman paksa petani hanya mendapat 1 per 14 dari hasil panennya. Belanda untung besar tapi petani menderita. Tanaman paksa yang berlansung sekitar 50 tahun merupakan genosida terselubung yang membuat hampir sepertiga jumlah petani meninggal.

Sekita pukul 7 malam kami sudah memasuki daerah Semarang. Mobil keluar dari jalan tol.  Sekarang kami menuju Yogyakarta. Nasib katanya tahu rutenya. Tapi akhirnya dia ragu juga. Mengandalkan GPS, tapi aplikasi ini mengarahkan kami menempuh jalan-jalan melewati kampung yang sempit. Akhirnya dengan petunjuk seorang penduduk kami kembali ke jalan utama yang terang benderang. Dan Jalan ke Yogyakarta menjadi lancar.

Mendekati pukul 10 malam kami telah berada di sekitar Jalan Malioboro. Berputar putar sejenak mencari penginapan yang cocok untuk Backpacker seperti saya. Yogyakarta, saya datang kembali. Banyak kenangan saya di kota gudeg ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pada Suatu Sore di Taman Kota Tugu Pejuang Pintu Rimbo Lubuk Sikaping Pasaman Sumatra Barat

Melihat Keajaiban Alam Kabupaten Lingga Kepulauan Riau: Menjelajahi Pesona Pulau-pulau Indah dan Pantai yang Menakjubkan

Traveling Seru dengan Road Trip