SHALAT JUMAT DI MASJID RAYA AL MA’SHUN MEDAN


Salah satu yang unik di kota Medan adalah Masjid Raya Al Ma’shun. Mesjid tertua peninggalan Kesultanan Deli. Masjid Al Mashun yang mempunyai arti masjid yang terpelihara ini, mempunyai luas keseluruhan sebesar 5.000 meter. Masjid agung ini dibangun pada 21 Agustus 1906 dan selesai pada tanggal 10 September 1909.

Lokasi masjid berada diantara dua jalan utama. Sisi timur menghadap ke Jalan Sisingamangaraja sedangkan sisi utaranya menghadap ke Jalan Masjid Raya. Letaknya yang demikian membuat beberapa orang menulis alamat masjid ini berada di Jl. Sisingamangaraja yang lain nya menuliskannya berada di Jl. Masjid Raya. Namun yang pasti Masjid Raya Al Mashun ini berada di pusat kota Medan, tak jauh dari Istana Maimun yang sama sama peninggalan Kesultanan Melayu Deli.
Sekitar sepuluh tahun yang lalu saya pernah punya kesempatan untuk shalat Jumat di Mesjid ini. Ada beberapa nuansa yang berbeda di Mesjid kerajaan ini. Ketika Waktu shalat masuk, terdengarlah suara beduk betalu-talu dengan irama yang khas. Dari bunyinya bisa diperkirakan bahwa beduk yang dipukul ada beberapa jenis.
Setelah bunyi beduk redup dan menghilang maka berkumandanglah suara azan. Uniknya suara azan ini dilantunkan dari sebuah panggung dibagian belakang masjid. Yang melantunkan azan bukan satu orang  seperti di masjid lain, tapi dua orang. Mereka berdiri melantunkan suara azan serentak, panjang suara sama, mengambil napaspun sama, betul-betul perpaduan yang harmonis yang tidak diketemukan dimesjid-mesjid lain.


Ketika khatib naik ke Mimbar ia dikawal dua orang yang berjalan di kiri dan kanan. Keduanya  membawa tongkat. Ketika khatib naik ke mimbar pengawal berdiri di bawah. Mungkin ketika zaman-zaman kerajaan dulu yang membca khotbah adalah raja. Dan nuansa yang ditampilkan seolah-olah pada zaman kerajaan.
Beberapa minggu yang lalu saya kembali dapat kesempat shalat Jumat di Mesjid Al Mas’un ini. Namun tata caranya sudah berbeda. Ketika waktu masuk tidak ada lagi terdengar suara beduk. Panggung di belakang masih ada dan disitu duduk tiga orang dengan pakaian melayu warna merah. Namun yang azan hanya satu orang. Ketika khatib masuk masjid memang masih diiringi oleh 2 orang yang juga berpakaian baju melayu. Namun tidak lagi sebagai pengawal tapi hanya pengiring. Yang satu orang adalah imam, yang satu lagi  muazim yang azan ketika khatib mengucapkan shalat.
Suasana diluar masjid masih sama seperti dulu. Masjid ramai  oleh pedagang-pedagang yang menawarkan berbagai dagangan. Dari pakaian muslim sampai obat-obatan. Dan yang kesana nampaknya adalh para turis local seperti saya. Mengesankan juga, kalau anda ke Medan silakan mampir ke masjid yang arsitekturnya sangat mencerminkan gaya timur tengah dan Eropa klasik ini.


Komentar

Mas War mengatakan…
Wah... Menarik sekali ya..
Pak Aswir kapan2 kalau jalan2 ajak kami ya..

Postingan populer dari blog ini

Pada Suatu Sore di Taman Kota Tugu Pejuang Pintu Rimbo Lubuk Sikaping Pasaman Sumatra Barat

Melihat Keajaiban Alam Kabupaten Lingga Kepulauan Riau: Menjelajahi Pesona Pulau-pulau Indah dan Pantai yang Menakjubkan

Traveling Seru dengan Road Trip